Kamis, 16 April 2009

JALUR PENDAKIAN

SUMATRA
GUNUNG KERINCI : 3800 mdpl
Gunung Kerinci adalah gunung kedua tertinggi di Indonesia setelah Puncak Jaya Wijaya. Banyak cerita / legenda yang cukup menarik di sekitar Taman Nasional Kerinci-Seblat. Selain itu juga gunung ini menyuguhkan pemandangan yang sangat indah, dimana kita juga dapat melihat Danau Gunung Tujuh yang merupakan danau tertinggi di Asia Tenggara.
Pencapain ke lokasi :
Dari Jakarta / P Jawa - Jambi / Padang --> turun di Terminal Bangko
Terminal Bangko - Sungai Penuh (naik Colt selama 4-5 jam)
Sungai Penuh - Kayu Aro (naik angkot selama 1-2 jam)
Di Kayu Aro - Pos Pendaftaran (melintasi kebun teh selama 15 -30 menit jalan kaki)

Pendakian dimulai saat kita memasuki Pintu Rimba.
Pintu Rimba - Pos I
Pos I - Pos II
Pos II - Pos III (Salter I) ---> disini ada mata air terkahir untuk mengisi perbekalan
Pos III - Pos IV (Salter II)
Pos IV - Pos V (Salter III) ---> batas vegetasi
Pos V - Puncak
Setiap pos bisa dicapai antara 1,5 - 2,5 jam perjalanan.

Jawa
G. Karang 1778 mdpl
Gunung berapi Karang terletak di Pandeglang di dekat pantai barat Carita.

Jakarta - Pandeglang, turun di Pasar Pandeglang
Pasar Pandeglang - Kadu Engan yang merupakan Desa terakhir di kaki Gn Karang.
Dari situ lapor ke Kades/Kuncen (ziarah dulu) baru melanjutkan perjalanan.
Rute menanjak terus,.. tanpa sumber air (disarankan bawa dari bawah).
Sumber air hanya dapat diperoleh di puncak gunung (sumur 7) atau sumur Bandung (500 lewat puncak) Bila musim kemarau maka mata airnya kering. Perjalanan dari Kadu Engan ke Sumur Tujuh dapat ditempuh dalam waktu 4 - 5 Jam.

Salak 2211 mdpl
Gunung ini dapat didaki dari beberapa jalur diantaranya jalur yang umum sering dipakai adalah jalur dari Wana Wisata Cangkuang Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, dari Cangkuang ini ada dua jalur yakni jalur lama yang menuju puncak Gunung Salak 1 dan jalur baru yang menuju Kawah Ratu. Jalur yang penuh dengan nuansa mistik untuk berjiarah adalah jalur dari Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
JALUR CANGKUANG CIDAHU
Jakarta naik bus jurusan Sukabumi atau kereta api dari Bogor jurusan Sukabumi turun di Cicurug.
Dari Cicurug naik angkot jurusan Cidahu.

Dari Bumi perkemahan - Shelter I = 1 jam
Shelter I - Shelter II = 1 jam
Shelter II - Shelter III = 1 jam
Shelter III - Shelter IV = 1 jam
Shelter IV - Shelter V = 1 jam
Shelter V - Shelter VI = 1 jam
Shelter VI - Shelter VII = 1 jam
Shelter VII - Puncak = 30 menit

* MENUJU KAWAH RATU
Dari Shelter IV masih diperlukan waktu sekitar 1 jam untuk menuju Kawah Ratu. Kawah ini terdiri 3 kawah, Kawah Ratu (paling besar), Kawah Paeh (kawah mati), Kawah Hurip (kawah hidup). Kawah Ratu termasuk kawah aktif dan secara berkala mengeluarkan gas berbau belerang.

JALUR GIRI JAYA ( CURUG PILUNG )
P puncak Gunung Salak dapat melalui Jalur Giri Jaya dengan waktu tempuh sekitar 5 - 8 jam perjalanan. Jalur ini tepatnya berada di Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Untuk menuju desa Giri Jaya dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan Ojek dari Cicurug dengan ongkos sekitar Rp. 7.500,- Atau pendaki dapat berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar 3 jam perjalanan. Tidak ada kendaraan umum yang menuju Giri Jaya sehingga tempat ini tidak begitu dikenal.

* Cicurug (Jakarta -Sukabumi)
* Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu
* Pertapaan Eyang Santri
* Perkebunan Damar
* Hutan Tropis
* Makam Pangeran Santri
* Shelter VII
* Puncak Gn. Salak 1

JALUR GIRI JAYA ( CISAAT - CICURUG )
Jakarta - Sukabumi turun di Cicurug, kemudian disambung dengan menggunakan mobil angkot ke Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. yang hanya ada di pagi hari. Dapat juga di tempuh dengan menggunakan kendaraan ojeg yang ongkosnya berkisar Rp.10.000,- bila ingin berjalan kaki dapat memakan waktu sekitar 3,5 jam.

* Cicurug (Jakarta -Sukabumi)
* Cicurug - Cisaat
* Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu
* Gapura pintu masuk Gn. Salak
* Kebun dan Persawahan
* Hutan tropis
* Makam Pangeran Santri
* Shelter VII
* Puncak Salak I

Gede-Pangrago 2958 mdpl & 3019 mdpl
Gunung Gede dan Gunung Pangrango terletak di Jawa Barat. Puncak-puncaknya terlihat dari Cibodas. G. Pangrango berbentuk segitiga runcing sedangkan G. Gede berbentuk kubah. Ada 3 jalur utama pendakian menuju G. Gede dan G. Pangrango; jalur Cibodas, jalur putri dan Jalur Salabintana.
Jalur Cibodas
Dari arah Jawa/Bandung naik Bis jurusan Jakarta atau Bogor yg lewat puncak
Turun di pertigaan Cibodas, lalu naik angkot ke Cibodas.
Pos Penjagaan – Telaga Biru = 20 menit
Telaga Biru – Pos Panyancangan = 30 menit
Pos Panyancangan – Air Panas / Pemandangan = 2 jam
Air Panas – Kandang Batu = 20 menit
Kandang Batu – Kandang Badak = 1 – 1,5 jam
Dari kandang badak ada 2 puncak yg bisa dituju
a. Kandang Badak – Puncak Gede = 1,5 – 2 jam
b. Kandang Badak – Puncak Pangrango = 2 – 3 jam
Puncak Gede – Alun-alun Suryakencana = 30 menit
Alun-alun – Pos Penjagaan Putri = 3 – 4 jam (Turun lewat Jalur Putri)
NB = Air sepanjang Jalur Cibodas sangat berlimpah. Terakhir dpt ditemui di Kandang Badak.
Jalur Putri
Dari arah Jawa/Bandung naik Bis jurusan Jakarta atau Bogor yg lewat puncak
Turun di Pasar Cipanas, lalu naik angkot ke Putri.
Pos Penjagaan – Buntut Lutung = 1 jam
Buntut Lutung – Alun-alun Suryakencana = 3 – 4 jam.
Alun-Alun Suryakencana – Puncak Gede = 1 – 1,5 jam
NB = Air tidak sebanyak jalur Cibodas, hanya bisa ditemui dibawah, dan di Alun-alun Suryakencana.
Catatan :
Pendakian ke Taman Nasional Gunung Gede – Pangrango saat ini harus dengan sistem booking, dimana para pendaki harus mencatatkan dirinya minimal 3 hari sebelum pendakian di Kantor TNGP Cibodas (utk semua jalur). Dengan persyaratan membayar karcis masuk disertai fotocopy ktp asli yang masih berlaku. Pendakian dilakukan minimal 3 orang dalam satu group.

Ceremai 3078 mdpl
Gunung Ceremai memiliki keistimewaan tersendiri bila dibandingkan dengan gunung-gunung lain di Pulau jawa, gunung ini terletak berjauhan dari gunung-gunung tinggi lainnya dan dekat dengan Laut Jawa.
Jalur Linggar Jati
Dari terminal Cirebon, naik bus menuju Kuningan turun di Cilimus. Dari Cilimus kita ganti kendaraan ojek atau colt ke desa Linggarjati.
Jika ingin mendaki G. Ceremai sebelumnya harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari petugas jaga disana.
Linggar Jati – Batu Lingga = 6 – 7 jam
Batu Lingga – Puncak = 4 – 5 jam
NB : Air hanya ada di Cibunar (base camp dibawah)
Jalur Apuy

Dari Bandung / Kadipaten naik Colt/bis jurusan Cikijing, turun di Pasar Maja. Dari Pasar Maja naik pick-up (bak terbuka) ke Apuy. Melaporkan diri ke Pak Suljo (PenjagaGn. Ceremai) atau Mantri Kehutanan dan bayar administrasi 3500.
Apuy - Pos I = 1 jam
Pos I – Pos II (Perempatan Lima 2200 mdpl ) = 1 jam
Pos II - Pos III (Tegal Mawasa 2400 mdpl) = 1 jam
Pos III - Pos IV (Tegal Jamuju 2.600 Mdpl) = 1 jam
Pos IV - Pos V (Sanghiang Rangkah 2800 Mdpl) = 1 jam
Pos V - Gua Walet (2950 Mdpl) = 30 menit
Gua Walet - Puncak = 30 menit

Air dapat ditemukan antara Pos I dan Pos II. Terakhir terdapat di Gua walet (saat musim hujan)

Slamet 3418 mdpl
Gunung Slamet merupakan gunugn nomor dua tertinggi di P. Jawa. Untuk menuju puncak G. Slamet ada 3 jalur; lewat sebelah barat, lewat Batu Raden dan lewat Bambangan, dari ketiga jalur tersebut yang terdekat adalah lewat jalur Bambangan.
Jalur Bambangan
Purwokerto ke arah Purbalingga dan dilanjutkan ke Bobotsari.
Dari Bobotsari menuju desa Penjangan dengan menggunakan truk atau mobil pick-up
Dari desa Penjangan - Bambangan
pos jaga ada disana.
Berjalan ke arah kanan, kita akan melewati kebun sayur dan hutan pinus, bila naik terus akan masuk ke dalam hutan tropika yang indah. Sebelum sampai di Samalantu, pada ketinggian 2.900 m, ada sebuah bangku untuk beristirahat dan juga terdapat sebuah pondok yang rusak, pada umumnya para pendaki beristirahat dan bermalam disini.
Bila naik terus 1-2 jam lagi, kita akan sampai si Sampiyan Jampang, inilah batas antara antara hutan terakhir dan dari sini pula kita dapat melihat matahari terbit. Dari Sampiyan Jampang perjalanan menuju puncak ditempuh dalam waktu 1-2 jam dengan melalui batu-batu lahar yang cukup sukar.
Setelah kita tiba di puncak, akan terlihat hamparan padang lahar yang sungguh luas dan menakjubkan, kita juga dapat menyaksikan pemandangan yang eksotis ke arah kawah yang masih aktif. Ledakan besar pada kawah ini terjadi pada tanggal 13 Juli 1988.
Pendakian dari Bambangan ke Samarantu memerlukan wktu 6 jam, dari Samarantu menuju puncak G.Slamet sekitar 2-3 jam lagi, dan untuk turunya diperlukan waktu 4-5 jam.

Sindoro-Sumbing 3136 mdpl & 3371 mdpl
Gunung Sindoro dan G. Sumbing serupa sekali, berapi dan berkerucut. Diperkirakan gunung-gunung itu berasal dari sumber dan masa yang sama. G. Sindoro dan G. Sumbing dipisahkan oleh sebuah jalan raya yang menghubungkan Kota Wonosobo dan Kota Magelang.
Menuju puncak G. SindoroDari Magelang - Wonosobo dan turun di jalan raya tertinggi di desa Kledung.
Di Kledug harus ke Kepala Desa untuk memperoleh informasi dan kita dapat bermalam di rumah kepala Desa Kledung ini.
Air harus dipersiapkan disini
Perjalanan ke puncak dimulai melalui kebun sayur, hutan pinus dan terus naik. Mendekati puncak, kita mengambil jalan memutar dari kiri ke kanan ke arah puncak. Dari desa Kledung menuju ke puncak memakan waktu 8 jam dan turunnya kita membutuhkan waktu 5 jam.
Untuk menuju puncak G. Sumbing, kita turun dari bus di gapura desa Garung dimana jalan mulai menurun ke Kota Wonosobo.
Perjalanan melalui kebun sayur dan jalan menanjak seperti dalam saluran air. Kita kemudian melewai kebun akasia dan menjumpai padang rumput, dari sini kita dapat melihat puncak G. Sumbing. Perjalanan sampai ke punggung gunung, makin lama makin curam dan disini terdapat batu besar tempat berlindung dari hembusan angin yang keras. Dari tempat ini menuju ke puncak masih dibutuhkan waktu 1-2 jam lagi.
Puncak G. Sumbing berbentuk kaldera kecil yang bergaris tengah 800 m dengan kedalaman 50-100 m, dan beberapa puncak yang runcing. Untuk menuju puncak tertinggi harus turun lagi ke arah kanan dan kemudian naik lagi. Di kaldera G. Sumbing banyak kawah kecil dimana asap belerang keluar, yang merupakan pemandangan yang menarik.
Daru desa Butuh untuk menuju puncak memakan waktu 8 jam perjalanan sedangkan turunnya memakan waktu 5 jam. Air harus sudah dipersiapkan secukupnya di desa garung, untuk perjalanan menuju puncak dan kembalinya, karena dalam perjalanan tidak ada mata air lagi.


Merapi 2914 mdpl
Jalur Utara (SELO)
Yogyakarta - Magelang - Boyolali turun di Selo.
Biasanya para pendaki berangkat dari Selo sekitar pukul 2 atau 3 pagi yang memakan waktu selama 4-5 jam perjalanan. Di Selo, persediaan air harus dicukupi, karena dalam perjalanan menuju puncak sudah tidak ada mata air. Jalan setapak dari Selo terus menanjak dan akan ditemui Hutan Pinus, setelah perjalanan 2–3 jam kita akan sampai diperbatasan hutan dan daerah berpasir. Dari sini kita berjalan langsung ke Puncak garuda selama 1-2 jam. Turun dari Puncak Garuda sampai desa Selo memakan waktu 3-4 jam.
Jalur Selatan (Kaliurang / Bebeng)
Jakarta - Jogja
Jogja - Dsn. Kinahrejo, Ds. Bebeng

Cari yang namanya Mbah Marijan. Beliau adalah Juru Kuncinya Merapi, untuk meminta ijin pendakian.

Dsn. Kinahrejo - Pos Bayangan : 15 Menit
Pos Bayangan - Pos I : 45 Menit
Pos I - Pos II ( Labuhan dalem ) : 30 Menit
Labuhan dalem ini merupakan semacam tempat berdoa. Atau tempat mengadakan upacara2 Jawa, yang menghubungkan Kesultanan Yogyakarta dan Penguasa Gunung Merapi.

Pos II - Pos III : 1 Jam
Pos III - Pos IV : 45 Menit
Pos IV - Kendit : 15 Menit
Kendit ini merupakan batas vegetasi.
Kendit - Puncak Kawah : 1.5 - 2 Jam
NB : Jalur Selatan ini sangat sulit dan berbahaya, diperlukan perlatan memanjat untuk bisa ke atas. Jalurnya lebih banyak yg blank, tak ada jalur resmi jadi harus mencari sendiri.


Merbabu 3142 mdpl
Gunung Merbabu dan G. lawu keduanya amat serupa. Kedua gunung itu tidak mempunyai kawah yang aktif karena tergolong gunung api tua, dan berbentuk dataran tinggi yang lebar dan terpisak puncak-puncaknya oleh erosi dan hampir kehilangan hutan alamnya.
Dari Selatan, di desa Selo kita bias menuju ke G. Merapi maupun G. Merbabu. Jalur yang lainnya yaitu arah utara; Kopeng, yang hanya menuju G. Merbabu.
Jogjakarta - Magelang – Salatiga – Kopeng.
Dari Kopeng kemudian perjalanan diteruskan menuju desa Tekala. Di desa Tekala ini hendaknya para pendaki melengkapi perbekalan yang dirasa masih kurang, dan air harus dipersiapkan untuk pendakian maupun kembalinya secara cukup, karena dalam perjalanan ini tidak ada mata air sama sekali.
Perjalanan akan melalui kebun sayur dan kebun akasia, naik terus sampai ke punggung gunung dan kita akan jumpai sebuah pondok yang telah rusak yang berada di ketinggian 2.4000 m dpl. Dari sini menuju puncak melalui lagi punggungan gunung dan dimana dapat terlihat pemandangan yang sangat indah dengan leluasa tanpa terhalang pepohonan. Di puncak yang pertama terdapat sebuah pondok untuk mengukur cuaca yang berada pada ketinggian 2.800 mdpl. Dari sini kita akan menuju puncak tertinggi yang sudah terlihat jelas didepan kita dengan membutuhkan waktu 1-2 jam perjalanan. Ditengah perjalanan ini kita akan menemui bekas kawah dan punggung gunung terjal dan curam. Total perjalanan dari Kopeng menuju puncak memakan waktu 8 jam dan turunya membutuhkan waktu 5 jam.
Apabila kita ingin mengadakan pendakian yang praktis atau pendakian marathon Merapi-Merbabu, kita bias mulai mendaki dari desa Selo Kabupaten Boyolali, Akan tetapi mendaki G. Merbabu dari desa Selo cukup terjal dan melelahkan. Lagi pula kita harus mendaki sebuah gunung lagi yang tingginya hampir sama dengan puncak G. Merbabu. Tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba. Total perjalanan ke puncak Merbabu 6-7 jam, dan turunnya 5 jam.

Lawu 3265 mdpl

Gunung Lawu terletak dekat dengan kota dan jalan raya, karenanya lebih mudah dicapai, sehingga banyak sekali pendaki naik ke puncak G. lawu.
Surabaya – Madiun - Sarangan terus ke Cemorosewu.
Atau dari Surakarta - Tawangmangu, ganti Colt jurusan Sarangan dan berhenti di Cemorosewu.
Di Cemorosewu kita harus melaporkan diri ke PERHUTANI serta melengkapi perbekalan pendakian. Dalan pendakian dari Cemorosewu menuju puncak, kita akan menjumpai 4 buah pondok pada ketinggian berturut-turut, yaitu 2.100 m, 2.300 m, 2.500 m, dan 2.800 m dan Pesanggrahan Argo Dalem pada ketinggian 3.100 mdpl.
Puncak G. Lawu berupa dataran yang berbukit-bukit, serta masih banyak dijumpai sisa-sisa kawah yang telah lama tidak aktif. Dari puncaknya kita bias menyaksikan panorama yang sangat menawan juga lembah Tawangmangu dan sarangan dengan danaunya yang indah.
Dari Cemorosewu sampai ke puncak memakan waktu 7-8 jm, sedangkan turunya membutuhkan waktu 4 ajm. Mata air dapat kita jumpai sebelum pertigaan pesanggrahan Argo Dalem, 1-2 jam perjalanan dari pondok terakhir.

Semeru & Bromo 3676 mdpl & 2203 mdpl
Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru termasuk dalam 4 wilayah Kabupaten, yaitu; Kab. Probolinggo, Kab. Pasuruan, dan Kab. Malang dan Kab. Lumajang. Kawasan ini banyak dikenal oleh wisatawan asing maupun domestik, terutama kawasan Bromo.
Untuk menuju G. Bromo dari arah Pasuruan. Dari Surabaya - Probolinggo turun di Pasuruan - Tosari-Wonokitri. Disini kita meneruskan perjalanan menuju G. Penanjakan, atau masuk ke lautan Pasir dan menuju puncak G. Bromo.
G. Pananjakan mrupakan titik pandang terbaik ke arah kawasan G. Bromo, dimana Kawah Bromo nampak sebagai suatu panorama yang amat eksotik, dengan kepulan asap dan warna-warni punggungan bukit bekas lelehan lava belerang disekitarnya dan hamparan padang pasir mengelilinginya. Disini pemandangan matahari terhimpun nampak lebih indah dengan puncak G. Semeru sebagai latanya.
Bila dari arah Probolinggo - Sukapura terus ke Ngadisari. Dari Ngadisari - Cemoro Lawang 3 Km.
Suhu kawasan Bromo antara 5-14 derajat selsius. Dari padang pasir Bromo kita dapat naik ke G. batok, G. Kursi, maupun Gunung Pananjakan. Di kawasan H. Bromo ini banyak dijumpai panorama yang sangat menkjubkan.
Malang - Tumpang, kemudian menuju desa Ranupane (2.200 m) dengan melewati desa Gubug Klakah (1.100 m) dan Ngadas (2.000 m) dengan truk atau Jeep.
Ranupane menuju Ranu Kumbolo 2.400 m dpl berjarak 13 Km memakan waktu 3-4 jam.
Dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati (2.700 m) di tempuh 2-3 jam. Air dapat dicapai di Sumbermani, kearah barat menelusuri pinggiran hutan kalimati dengan menempuh perjalanan 1 jam.
Kalimati - Puncak ditempuh 3-4 jam.
Dari puncak turun kembali ke Kalimati membutuhkan waktu1-2 jam, dan 2-3 jam untuk sampai di Ranu Kumbolo. Dari Ranu Kumbolo menuju Ranu Pane dibutuhkan waktu 3 jam.
Turun dari Ranupane kearah Tumpang kita dapat juga menuju kawasan G. Bomo, melalui pertigaan Jemplang (2 Km. Sebelum desa Ngadas) ke arah kanan.


Argopuro 3088 mdpl
Gunung Argopuro memiliki banyak puncak, beberapa puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian lainnya lebih muda. Puncak Argopuro berada pada ketinggian 3.088 m dpl.
Jalur Baderan atau lewat desa Bremi, Kab. Probolinggo. Tetapi dianjurkan lewat desa Bremi saja, karena lebih cepat.
Dari terminal Bis Probolinggo - Bremi, jam 6.00 pagi dan jam 12.00 siang. Sebelum mendaki kita melapor pada polisi atau petugas PHPA setempat untuk meminta ijin pendakian.
Setelah berjalan 3 jam sampai di Danau Taman Hidup. Lalu meneruskan pendakian ke puncak dengan mengitari separuh danau ke kiri, dengan menempuh perjalanan 6 jam. Puncak Argopuro disebut “Puncak Dewi Rengganis”, karena disana terdapat patung Dewi Rengganis. Puncak Dewi Rengganis ini, merupakan bekas kawah belerang.
Turun dari puncak Argopuro, kita dapat memilih turun dengan mengintari gunung lewat Alun-alun Besar, kemudian menuju Besuki lewat Baderan. Alternatif lainnya yakni kembali lewat jalan semula yaitu Bremi.
Alun-alun Besar adalah hamparan padang rumput yang luas, dan pernah direncanakan sebagai landasan pesawat terbang militer pada saat Tentara pendudukan Jepang.
Gunung Argopuro jarang didaki, hanya pada waktu-waktu tertentu saja, saat liburan sekolah atau musim kemarau. Gunung Argopuro sesungguhnya merupakan gunung yang menarik, karena selain pemandangannya yang indah, gunung ini juga dikenal memiliki banyak peninggalan bersejarah dari jaman kerajaan sampai masa pendudukan Jepang.
Hutan dikawasan G. Argopuro merupakan hutan yang masih asli. Binatang-binatang liar masih banyak dijumpai di daerah ini, seperti kijang, monyet, babi hutan, burung merak, ular, dan lainnya.

Arjuno & Welirang 3339 mdpl & 3156 mdpl
Puncak G. Arjuna dan G. Welirang terletak pada satu gunung yang sama. G. Arjuna dapat didaki dari berbagai arah; arah Utara (Tretes) melalui G. welirang, dari arah Timur (Lawang) dan dari arah Barat (Batu-Selecta).
Surabaya - Malang, turun di Pandaan - Tretes.
Dari Pos PHPA Tretes kita dapat langsung mendaki G. Welirang atau berbelok kekiri langsung ke arag G. Arjuna. Perjalanan dari pondok sampai ke puncak G. Welirang, akan melewati hutan Cemara yang jalannya berbatu. Setelah berjalan 3-4 jam kita akan sampai di puncak G. Welirang. Di bawah puncak G. Welirang ada sebuah kawah yang menyemburkan gas belerang. Perjalanan dari Tretes sampai ke puncak G. Welirang memakan waktu 7-8 jam.
Bila kita akan melanjutkan perjalanan menuju G. Arjuna maka setelah kita sampai di puncak G. Welirang kita berjalan turun sekitar 10 menit tepatnya kearah selatan. Hutan yang dilalui adalah hutan cemara dengan melewati satu jurang dan pinggiran G. Kembar I dan G. Kembar II setelah berjalan 6-7 jam kita akan sampai di puncak G. Arjuna. Tetapi sebelumnya kita akan melewati tempat yang dinamakan “Pasar Dieng”, ketinggiannya hampir sama dengan puncak G. Arjuna dan terdapat batu-batu yang sebagian tersusun rapi seperti pagar dan tanahnya rata agak luas. Dari sini untuk ke Puncak G. Arjuna hanya memakan waktu 10 menit. Untk mencapai G. Arjuno dari G. Welirang dibutukan waktu 5-6 jam. Puncak G. Arjuna disebut dengan “puncak Ogal-Agil” atau “Puncak Ringgil”.
Turun ke kota Lawang yaitu kearah timur kurang lebih 6 jam.
Jalur Lawang
Surabaya - Malang turun Lawang.
Dari Lawang - desa Wonorejo.
Disini kita melapor pada petugas PHPA dan juga meminta ijin pendakian, persediaan air kita persiapkan juga di desa terakhir ini.
Dari desa Wonosari terus berjalan dan melewati kebun the Wonosari serta terus naik selama 3-4 jam perjalanan kita akan sampai di “Oro-oro Ombo” yang merupakan tempat berkemah. Dari “oro-oro Ombo” menuju puncak dibutuhkan 6-7 jam perjalanan dengan melewati hutan lebat yang disebut hutan “Lali Jiwo”. Untuk menuju puncak terakhir ini, setelah kita melewati Hutan Lali Jiwo, kita akan melalui padang rumput yang jalannya menanjak (curam) sekali. Mendekati puncak, kita akan berjalan melewati batu-batu yang sangat banyak dan menyerupai taman yang sangat indah setelah itu kita akan mencapai puncak G. Arjuna.
Rute pendakian lainnya yaitu dari kota Batu lewat Selecta yang terletak di sebelah barat G. Welirang. Dari Kediri / Malang - Batu – Selecta - desa Kebonsari. Di desa ini kita harus menyiapkan air secukupnya untuk perjalanan ke puncak dan kembalinya.
Mendaki selama 5-6 jam akan mengantarkan kita pada punggungan gunung yang menghubungkan puncak G. Welirang dan G. Arhuno, tepatnya sebelah tenggara G. Kembar I. Kita masih harus menempuh perjalanan 1-2 jam lagi untuk menuju puncak G. Welirang ke arah kiri atau G. Arjuno ke arah kanan selama 4-5 jam .

Raung 3332 mdpl
Gunung Raung adalah sebuah gunung yang besar dan unik, yang berbeda dari gunung pada umunya di Pulau Jawa. Keunikan dari Puncak Gunung Raung adalah kalderanya yang sekitar 500 meter dalamnya, selalu berasap dan sering menyemburkan api. G. Raung termasuk gunung tua dengan kaldera di puncaknya dan dikitari oleh banyak puncak kecil, menjadikan pemandangannya benar-benar menakjubkan.
Dari Bondowoso - desa Sumber Wringin Perjalanan diawali dari desa Sumber Wringin melalui kebun pinus dan perkebunan kopi, menuju Pondok Motor atau Pos pendaki dimana dapat menjumpai seorang juru kunci yang bernama P. Serani. Di Pondok Motor kita dapat melanjutkan perjalanan ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 9 jam.
Dari Pondok Motor ke G. Raung, kita akan melewati perkebunan kopi, hutan pinus, hutan cemara, terus sampai di dataran tempat dimana kita dapat berkemah. Perjalanan dilanjutkan melalui padang alang-alang (sekitar 1 jam perjalanan), selanjutnya menuju puncak G. Raung yang sedikit berpasir dan berbatu-batu. Dari tempat berkemah menuju puncak G. Raung, hanya memerlukan waktu sekitar 2 jam saja. Sedangkan perjalanan turun, memakan waktu sekitar 7 jam.
Dalam perjalanan ke puncak G. Raung, tidak ada sumber air. Sebaiknya untuk air dipersiapkan di Sumber Wringin atau Sumber Lekan. Untuk mendaki G. Raung tidak diperlukan ijin khusus, hanya saja kita perlu melaporkan diri ke aparat desa di Sumber Wring

Agung 3142 mdpl
Gunung Agung yang berada di Pulau Dewata ini sangatlah sakral buat masyarakat Bali, dimana banyak dijadikan tempat untuk ritual keagamaan mereka, dikaki Gunung Agung terdapat Candi Terbesar di Bali, yaitu Candi Besakih. Bila kita mendaki kegunung itu dipinggiran hutanya masih terdapat kuil kecil tempat persembahan penguasa Gunung Agung.

Pencapaian ke Gunung Agung :
Versi petualang (irit and murah meriah )
Jakarta - Gubeng (Surabaya) ---> kereta ekonomi / bisnis
Gubeng - Banyuwangi ---> kereta ekonomi / bisnis (terminalnya dekat dgn Pelabuhan Ketapang)
Pelabuhan Ketapang - Pelabuhan Gili Manuk (nyebrang pake kapal Fery)
Pelabuhan Gilimanuk - Terimanl Ubung (bali)
Terminal Ubung - Terminal Batu Bulan
Terminal Batu Bulan - Karang Asem ---> turun di pertigaan ke Besakih
Besakih - Pos Pendaftaran

Versi Wisatawan :
Jakarta - Bali (Terminal Ubung)
Terminal Ubung - Terminal Batu Bulan
Terminal Batu Bulan - Karang Asem ---> turun di pertigaan ke Besakih
Besakih - Pos Pendaftaran

Pendakian ke Puncak Gunung Agung membutuhkan waktu sekitar 8 jam, persediaan air harus dibawa dari bawah karena tak ada mata air sepanjang jalurnya. Hutannya tidak begitu lebat dan kering. Jalurnya cukup jelas dan enak. Sebelum puncak akan dijumpai jalan pasir yg cukup menyulitkan sepanjang 50 meter. Pemandangan sepanjang jalan biasa saja, keculai saat berada dikawasan puncak cukup bagus.

SULAWESI
Nokilalaki 2355 mdpl
Gunung Nokilalaki mempunyai ketinggian 2.355 Mdlp, berada di kec. Palolo, Desa Tongoa, Kab. Donggala, yang berjarak lebih kurang 62 Km dari kota Palu. Flora yang terkenal yaitu Ekualiptus dan Rotan, sedangkan faunanya Anoa, Kupu-kupu, Monyet dan berbagai jenis burung.

Pencapain ke Gunung Nokilalaki :
Dari Terminal Panaikang naek bis menuju Palu
Dari terminal Masomba (Palu) naek mobil ke daerah Palolo, turun di kaki gunung trus lanjut pendakian menuju puncak.

Keadaan jalur tiap pos :
J alur menuju pos 1 melalui hutan rapat dgn jln yg cukup licin karna lumut, sepanjang jln jg terdengar aliran air yg mengalir, perjalanan ke pos 1 memakan waktu sekitar 1 jam. Perjalanan ke pos 2 di lalui dengan menelusuri sungai kecil sampai sekitar 1500 meter, dari sini mulai menjauhi sungai dengan menerobos hutan berjalan melalui sela2 pohon dan rotan, kemudian tiba di pos 2 dalam waktu 4-5 jam. Di pos 2 terdapat basecamp.
Dari pos 2 ke pos 3 memakan waktu 1 jam (Salter). Dari Pos 3 menuju puncak akan dijumpai sebuah danau yg bernama Danau Lindu dan sebelah kiri terdapat sebuah bukit. Selama kurang lebih 3-4 jam perjalanan akan kita gapai puncak Gunung Nokilalaki.
Waktu yang di habiskan dari Puncak ke kaki gunung sekitar 6 jam, dari kaki gunung berjalan kembali ke jln raya tempat untuk menunggu angkot kembali ke Palu. Seasaat inging mendaki dan setelah melakukan pendakian harus melapor pada pos penjaga kehutanan yg berada di kaki gunung.
Perjalanan dari kaki gunung langsung ke palu di tempuh sekitar 2 jam.


NB : Keadaan jalurnya tidak begitu jelas, trus adalagi dlm LPJ di lampirkan surat rekomdasi (mungkin perlu) dari Direktorat SosPol Pemerintah prod, DT I Sulsel dan Palu , surat keterangan jln dari Polda, rekomendasi dari Dep, Kehutanan.

Sumber : Rekan #pendaki rangkuman dari LPJ tahun 98

Latimojong 
Pegunungan Latimojong terletak di tengah-tengah Propinsi Sulawesi Selatan diapit 4 Kabupaten yaitu Tana Toraja di Utara, Luwu di Timur, Sidrap di Selatan dan Enrekang di Barat, memiliki 8 puncak (Buttu/Buntu) yang memanjang dari Selatan ke Utara mulai dari Buttu/Buntu Latimojong, Nenemori, Rantemario, Rante Kambola, Pokahpinjan, Sikolong, Lapande dan Sinaji ketinggiannya bervariasi 2900 - 3400 mdpl, tertinggi adalah Rantemario yang juga merupakan titik tertinggi
di Pulau Sulawei.
Jalur pendakian yang ada, biasanya selama ini ke Rantemario. Dari Makassar naik Bus/Panter ke Enrekang, trus ke Pasar Baraka, dari sana naik Hardtop ke Buntu Dea. dari Buntu Dea jalan kaki sekitar 2 jam ke Desa Rantelemo, bisa nginap disana atau lanjut ke Dusun terakhir sebelum pendakian yaitu Dusun Karangan.
Pendakian memakan waktu 3 hari sampai ke puncak, bisaji 2 hari kalo ngebut, turunnya 1-2 hari.
Jalur lainnya, naik dari Dusun Bone-bone (di Baraka juga) menuju ke Pokahpinjan trus ke Rantemario (tapi jalur ini jarang yang lalui. Ada juga jalur yang ke Sikolong juga ke Sinaji.
Sumber : He-man SAR Unhas


MALUKU
Gamalama 1715 mdpl
Pencapaian Lokasi
Pendakian pertama dimulai dari G.Gamalama, gunung ini sudah beberapa kali meletus, terakhir tgl 1 Agustus 2003 yang lalu. Untuk mencapainya kita harus menuju P.Ternate terlebih dahulu. Ada 2 pilihan untuk menuju Ternate yaitu dengan pesawat udara atau dengan kapal laut. Untuk pesawat udara biasanya trayek yang dilalui adalah makassar-ternate atau menado-ternate. Saat melakukan pendakian penulis terpaksa harus melalui jalur laut dari manado ke ternate karena bandara Sultan Baabulah tertutup abu letusan setebal 10 cm.
Untuk melakukan pendakian ke G.Gamalama (1715 m dpl), kita harus menuju desa Moya (200 m dpl). Ada cukup banyak angkutan yang menuju desa tsb dari dari terminal/pasar Gamalama, perjalanan menuju Moya memerlukan waktu 30 menit dengan tarif per orang Rp.1200. Sebenarnya ada beberapa jalur lain menuju puncak yaitu via malikurubu ,akehuda, dll, tapi berdasarkan informasi yang didapat Moya merupakan jalur termudah walaupun sedikit lama.

Perjalanan
Moya - POS I
Setelah melapor pada Bp.Djamaludin (Penjaga Gunung) dan mendapat izin maka pendakian pun dimulai tepat jam 06:00 WIT, medan yang dilalui masih berupa kebun cengkeh dan pala. Kondisi jalan masih cukup mudah untuk dilalui dengan kemiringan 15-45 derajat, beberapa kali melipir tebing dan menyebrang bekas sungai yang sudah kering. Setelah 1.5 jam perjalanan dan beberapa kali salah jalan (maklum jalan sendirian) akhirnya penulis sampai di hutan bambu yang menurut keterangan adalah POS I. Disini dapat ditemukan sebuah rumah dari bambu yang sering digunakan oleh warga apabila kemalaman dihutan. Dari sini kita dapat melihat ke bawah dengan jelas, tampak jelas P. Maitara dengan latar belakan G.Kiematubo.

POS I - POS II (Mata Air Abras)
Perjalanan dilanjutkan menuju POS II, kondisi medan mulai tertutup. Pada etape ini kontur jalan mulai turun-naik melipir punggungan gunung. Menurut keterangan penduduk dari Moya-Puncak ada kurang lebih 7 punggungan yg dilalui. Rute yg dilalui seolah-olah mengitari Gunung dari arah kiri. Dalam perjalanan kita akan melalui sebuah aliran sungai yang sudah kering. Perjalanan menuju POS II memakan waktu kurang lebih 1 jam.

POS II – POS III (Puncak Palsu)
Di POS II ini jalan bercabang menjadi 3, yang pertama menanjak ke kanan menuju puncak, yang kedua menurun ke kiri menuju desa Malikurubu, sementara yang lurus menuju mata air abras. Mata air ini oleh penduduk setempat diibaratkan sebagai air zam-zam, karena bagi mereka mendaki G.Gamalama sama dengan naik haji (ini mirip dengan G.Bawakaraeng di Sulsel). Di tempat ini pulalah artis Dorce Gamalama pernah bermalam pada saat melakukan pendakian. Informasi yang didapat beliau mendaki ditemani kurang lebih 150 warga desa. Kira-kira 10 menit dari POS II ini kita akan melalui `terowongan alam' berupa hutan bambu dengan ketinggian 1.5 m. Yang menyulitkan adalah bambu-bambu tsb tidak tumbuh ke atas melainkan melintang menutupi jalan. Kondisi terowongan tsb saat ini tidak terlalu sulit dilalui karena sering dilakukan pembersihan jalur oleh para pendaki dan warga setempat. Dahulu untuk melewati terowongan sepanjang 1 km tsb para pendaki harus berjalan jongkok, bahkan di beberapa tempat harus tiarap. Ditengah perjalanan kita akan sampai di suatu tempat yang agak terbuka dari sini Puncak G.Gamalama terlihat dengan jelas dihadapan kita. Di tempat ini penulis bertemu dengan seorang warga desa yang sedang melakukan `prosesi ritual', menurut beliau bagi orang yang `bisa melihat' tempat ini merupakan pintu gerbang ke `alam lain'. Selanjutnya kondisi medan mulai berubah menjadi batuan bekas muntahan lahar. Kita harus terus mengikuti alur batu-batuan menuju puncak (palsu) di sebelah kiri. Lama perjalan dari POS II kurang lebih 1 jam.

POS III – Puncak
Di Puncak Palsu ini kita akan menemui 7 buah kuburan yang sering di ziarahi oleh warga setempat. Tidak didapat informasi yang jelas tentang siapa yang dikuburkan di sini. Dari sini pemandangan ke arah Timur sangat indah, tidak berapa jauh tampak Puncak Kiematubo yang ditutupi awan. Perjalanan di lanjutkan menuju Puncak, dari tempat ini kita harus turun dulu kearah lembah baru kemudian naik kembali dari dari sisi sebelah kiri. Kondisi medan berupa batuan lahar yang masih panas dan labil, asap yang keluar
terus-menerus dari batu-batu tsb membuat kita harus berhati-hati. Perjalanan menuju puncak kurang lebih 1 jam. Kondisi Puncak yang selalu ditutupi uap belerang dari kawah ditambah angin yang sangat keras memaksa kita untuk tidak berlama-lama. Di Puncak sebelah kanan dapat kita temui batu sebesar Pos Satpam yang sering dijadikan tempat untuk berfoto.

Untuk turun kembali ke desa Moya hanya dibutuhkan waktu sekitar 3 jam. Selama pendakian hanya dijumpai 1 mata air. Tidak terlihat adanya tanda-tanda binatang buas. Makanan maupun minuman sebaiknya disiapkan dari kota Ternate, hanya ada 1 warung kecil di desa Moya yang tidak begitu lengkap.

Lain – lain
Ada beberapa tempat menarik yang bisa dilihat di P. Ternate antara lain :
Benteng Kalumata : Benteng pertahanan yg terletak di pinggir pantai.
Cengkeh Afo : Pohon cengkeh berusia 600 th yg merupakan cengkeh tertua didunia (sayang sekali saat ini pohon tsb sudah mati).
Sulamadaha : Tempat yg bagus untuk snorkling.
Tolire Lamo : Danau Besar yg menurut legenda masyarakat setempat adalah desa yang tenggelam.
Batu angus : Batuan hitam di dekat pantai yang merupakan sisa letusan G.gamalama th 1968.
Keraton Sultan Ternate : Di dalamnya ada mahkota kerajaan yg ditumbuhi rambut yang setiap hari bertambah panjang (sayang tidak boleh dilihat umum, menurut informasi baru boleh dilihat pada saat upacara pemotongan yaitu 1 th sekali).



"Tapi...inilah petualangan, Aku melangkah ke dalam ruang ketidak-tahuan. Ku sadari sepenuhnya, ada bahaya disekitarku. Kuakui lebih merupakan bayangan ketimbang kenyataan, dan sebuah kecintaan atas kelengangan liar di bukit-bukit sekitarku"
( Chris Benington )