Senin, 26 Januari 2009

WISATA NGANJUK

Air Merambat Roro Kuning Lokasi : Bajulan Loceret Nganjuk
Jalan menuju lokasi wisata Air Mermbat Roro Kuning seluruhnya sudah beraspal. jarak dari ibu kota kabupaten sekitar 30 km arah selatan. Obyek ini tidk ubahnya seperti air terjun. Namun ketinggiannya hanya sekitar 10 meter. Uniknya air itu berasal dari tiga sumber dan menyatu dibawah membentuk trisula. Dikawasan obyek wisata tersebut sudah dilengkapi dengan kolam renang, kamar mandi ./ wc , tempat istirahat , tempat parkir luas, area kemping , kios makanan / minuman dan souvenir , serta pusat penangkaran rusa.
Kolam renang argo mulyo
Lokasi : Ngluyu
Kolam Renang ini berada sekitar 23 km arah utara dari Ibu Kota Kabupaten Nganjuk, tepatnya di lereng Gunung Pandan Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu. Airnya jernih karena bersumber dari Sumber Air Alam Ubalan. Fasilitas yang tersedia diantaranya kamar ganti, toilet, mushola, lahan parkir yang rindang dan luas, serta kios makanan dan minuman. Ramai dikunjungi wisatawan pada hari libur.







Makam Kanjeng Jimat dan Masjid AL MUBAROH
Lokasi : Desa Kacangan Kecamatan Berbek
Perjalanan sejarah keberadaaan Kabupaten Berbek sebagai “cikal bakal” Kabupaten Nganjuk sekarang ini. Dikatakan “cikal bakal” karena kemudian bahwa alur sejarah Kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan Kabupaten Berbek dibawah kepemimpinan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo I. Kapan tepatnya daerah Berbek mulai menjadi suatu daerah yang berstatus Kabupaten, kiranya masih sulit diungkapkan . Namun dari silsilah keluarga dan catatan : “Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk” tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa Bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo I (terkenal dengan sebutan Kanjeng Jimat. Pada masa pemerintahannya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yang bercorak Hinduistis yang bernama Masjid Yoni Al Mubarook, terdapat sinengkalan huruf Arab berbahasa Jawa. Didirikan tahun 1759. Lokasi dari ibu kota Kabupaten Nganjuk sekitar 8 Km arah selatan, berada di antara jalan jurusan wisata Air Terjun Sedudo Sawahan. Sedangkan makam Kanjeng Jimat berada dibelakang komplek Masjid Al-Mubarok, yang ramai dikunjungi para peziarah setiap malam Jum’at Legi.

CANDI LOR
Lokasi : desa candirejo Kec. Loceret
Candi Lor terletak di desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, atau kira-kira 3-4 kilometer arah selatan dari pusat kota Nganjuk. Candi Lor ini didirikan oleh Pu Sindok pada tahun 859 Caka atau 937 M sebagai Tugu Peringatan Kemenangan Sindok atas musuhnya dari Melayu. Secara riil, candi yang menghadap ke barat ini wujudnya sudah tidak berbentuk lagi (sudah sangat rusak). Hal ini disebabkan usia bangunan yang memang sudah sangat tua, bahkan bangunan yang terbuat dari batu merah dan tumbuhnya pohon Kepuh di badan candi yang akar-akarnya mencengkeram dan menghunjam kesegala arah di badan candi sebelah selatan. Candi ini berdiri atas tanah seluas 42 x 39,4 meter 91654 meter persegi), luas soebasemen (alas) 12,4 x 11,5 meter (142,6 meter persegi) dan tinggi candi lebih kurang 9,3 meter. Dalam candi ini terdapat beberapa area diantaranya Ganesha dan Nandi. Meskipun keadaannya sudah rusak, dapat diperkirakan bahwa candi ini dahulunya mempunyai ruang dalam yang berbentuk segi empat.. Hal ini terlihat adanya sudut siku-siku yang masih tampak di sudut timur laut ruang dalam candi ini. Sekarang ini, di sebelah barat candi terdapat dua arca yang semuanya sudah tanpa kepala, yang satu diperkirakan arca Ganesha dan yang lain Siwa Mahadewa. Di sebelah barat arca terdapat Lingga dan Yoni, yang keadaannya telah rusak (Yoni telah pecah dan Lingga tinggal sebagian). Di sebelah baratnya lagi terdapat dua buah makam yang oleh penduduk diyakini sebagai makam Yang Karta dan Yang Kerti, abdi kinasih Pu Sindok. Jika benar bahwa benda-benda tersebut asli dari Candi Lor, maka dapat disimpulkan bahwa candi Lor bersifat Siwa. Walaupun Candi Lor keadaannya telah rusak, namun ditempat inilah terdapat salah satu bukti bahwa Nganjuk pernah berperan dalam panggung sejarah nasional. Disini terdapat batu bertulis yang memuat sebutan (toponimi) yang sangat dekat sekali ucapannya dengan Nganjuk, yakni Anjuk Ladang. Candi Lor ini merupakan bukti sejarah tentang keberhasilan Pu Sindok mengalahkan musuhnya, dan sekaligus merupakan Tugu Peringatan (Jayastamba).

Candi Ngetos
Lokasinya di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, sekitar 17 Kmr arah selatan kota Nganjuk. Menurut para ahli, berdasarkan bentuknya candi ini dibuat pada abad XV (jaman Majapahit). Bangunan secara fisik sudah rusak, bahkan beberapa bagiannya sudah hilang, sehingga sukar sekali ditemukan bentuk aslinya. Candi Ngetos bersifat Siwa–Wisnu. Kalau dikaitkan dengan agama yang dianut Raja Hayam Wuruk, amatlah sesuai yaitu agama Siwa-Wisnu. Bangunan utama candi tersebut dari batu merah, sehingga akibatnya lebih cepat rusak. Atapnya diperkirakan terbuat dari kayu (sudah tidak ada bekasnya). Yang masih bisa dilihat tinggal bagian induk candi dengan ukuran sebagai berikut : Panjang candi (9,1 m), tinggi badan (5,43 m), tinggi keseluruhan (10 m), saubasemen (3,25 m), besar tangga luar (3,75 m), lebar pintu masuk (0,65 m), tinggi undak menuju ruang candi (2,47 m) dan ruang dalam (2,4 m). Terdapat empat buah releif, namun sekarang hanya tinggal satu, yang tiga telah hancur. Pigura-pigura pada saubasemennya (alasnya) juga sudah tidak ada. Dibagian atas dan bawah pigura dibatasi oleh loteng-loteng, terbagi dalam jendela-jendela kecil berhiaskan belah ketupat, tepinya tidak rata, atau menyerupai bentuk banji. Hal ini berbeda dengan bangunan bawahnya yang tidak ada piguranya, sedangkan tepi bawahnya dihiasi dengan motif kelompok buah dan ornamen daun. Disebelah kanan dan kiri candi terdapat dua relung kecil yang diatasnya terdapat ornamen yang mengingatkan pada belalai makara. Namun jika diperhatikan lebih seksama, ternyata suatu bentuk spiral besar yang diperindah. Yang menarik, adalah motif kalanya yang amat besar, yaitu berukuran tinggi 2 x 1,8 meter. Kala tersebut masih utuh terletak disebelah selatan. Wajahnya menakutkan, dan ini menggambarkan bahwa kala tersebut mempunyi kewibawaan yang besar dan agaknya dipakai sebagai penolak bahaya. Motif kala semacam ini didapati hampir pada seluruh percandian di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Motif ini sebenarnya berasal dari India, kemudian masuk Indonesia pada Jaman Hindu. Candi Ngetos, yang sekarang tinggal bangunan induknya yang sudah rusak itu, dibangun atas prakarsa Raja Hayam Wuruk. Tujuan pembuatan candi ini sebagai tempat penyimpanan abu jenasahnya jika kelak wafat. Hayam Wuruk ingin dimakamkan disitu karena daerah Ngetos masih termasuk wilayah Majapahit yang menghadap Gunung Wilis, yang seakan-akan disamakan dengan Gunung Mahameru. Pembuatannya diserahkan pada pamannya Raja Ngatas Angin, yaitu Raden Condromowo, yang kemudian bergelar Raden Ngabei Selopurwoto.Diceritakan, bahwa Raden Ngabei Selopurwoto mempunyai keponakan yang bernama Hayam Wuruk yang menjadi Raja di Majapahit. Hayam Wuruk semasa hidup sering mengunjungi pamannya dan juga Candi Lor. Wasiatnya , ketika Hayam Wuruk wafat, jenasahnya dibakar dan abunya disimpan di Candi Ngetos. Namun bukan pada candi yang sekarang ini, melainkan pada candi yang sekarang sudah tidak ada lagi. Konon ceritanya pula, di Ngetos dulu terdapat dua buah candi yang bentuknya sama (kembar), sehingga mereka namakan Candi Tajum. Hanya bedanya, yang satu lebih besar dibanding lainnya.

Air Terjun Sedudo
Air terjun Sedudo terletak di Desa Ngliman Kec. Sawahan. Jaraknya sekitar 30 km arah selatan Ibu Kota Kab. Nganjuk. Udaranya bersih dan sejuk. Terletak pada ketinggian 1438 m dpl. Ketinggian iar terjun ini sekitar 105 meter. Masyarakat setempat masih mempercayai, air terjun in memiliki kekuatan supra natural. Lokasi wisata alam ini ramai dikunjungi orang pada setiap Bulan Syuro. Konon mitos yang ada sejak jaman Mojopahit, pada bulan itu dipercaya membawa berkah awet muda bagi orang yang mandi di air terjun tersebut. Sebab pada bulan itulah, air terjun Sedudo dipergunakan untuk upacara ritual yaiu memandikan arca dalam upacara Parna Prahista, yang kemudian sisa airnya dipercikan untuk keluarga agar mendapat berkah keselamatan dan awet muda. Hingga sekarang pihak Permkab Nganjuk secara rutin melaksanakan acara ritual mandi Sedudo setiap bulan Syuro. Bagi pengunjung sudah disediakan fasilitas ruang ganti pakaian, kamar mandi /wc , tempat penjualan makanan . pakaian, buah-buahan dan souvenir.


Monumen & Pendopo agung Dr. sutomo

Monumen ini terletak di Desa Ngepeh Kec. Loceret yang merupakan desa kelahirannya. Monumen itu didirikan diatas tanah tempat menanam ari-arinya. Dokter Sutomo yang bernama asli Subroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-rekannya, atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Dilokasi monumen juga dibangun pendopo dan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah milik Dr. Soetomo sebagai penunjang obyek wisata sejarah.

Jumat, 23 Januari 2009

Debur Air Terjun di Lereng Gunung Wilis


Walau berada di ketinggian, kawasan wisata air terjun di lereng Gunung Wilis mudah dijangkau. Hotel juga tersedia. Tunggu apa lagi? Gunung Wilis bisa jadi tak sekondang Gunung Bromo. Padahal, Gunung Wilis yang membentang di empat wilayah kabupaten yakni Kabupaten Nganjuk, Kediri, Madiun, dan Ponorogo, memiliki panorama alam yang tak kalah menakjubkan.
Anda yang suka pada panorama air terjun, bersiaplah untuk terpesona. Betapa tidak, beberapa air terjun dengan panorama yang memukau di sekelilingnya, bisa ditemui di sisi timur Gunung Wilis ini. Ada air terjun Sedudo, Roro Kuning, Pacoban Ngunut, Pacoban Coban, serta air terjun Ngleyangan. Semua air terjun itu tampil dengan wajah asli-alami. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk memang sengaja membiarkan kondisinya seperti itu. Tujuannya tak lain, agak objek wisata andalan kabupaten ini tampak alami. Kalaupun selama ini Pemkab sempat melakukan pembangunan secara fisik, hal itu hanya bangunan fasilitas pendukung saja.

Di antara beberapa air terjun itu, air terjun Sedudo yang paling dikenal masyarakat secara luas. Air terjun ini berada di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan atau 33 km arah selatan Nganjuk. Ketinggian air terjun ini mencapai sekitar 200 meter. Dengan ketinggian seperti ini, maka jika dilihat dari bawah, air terjun ini terlihat seperti butiran-butiran es berwarna putih yang meluncur ke bawah. Indah sekali, bukan? Tak hanya panorama alam. Air terjun Sedudo juga merupakan objek wisata budaya. Setiap bulan Muharram (Sura), upacara ritual mandi Sedudo selalu digelar di sini. Upacara yang difasilitasi oleh Pemkab ini menyedot kedatangan ribuan orang, yang bukan saja berasal dari Nganjuk, tapi juga daerah-daerah lain.

Ada mitos yang sangat lekat dengan tradisi mandi Sedudo ini, yakni siapapun yang mandi di kolam air terjun Sedudo, akan awet muda. Tak heran, setiap bulan Sura, air terjun Sedudo selalu disesaki pengunjung yang ingin mandi di sana. Lokasi objek wisata ini sangat mudah dijangkau. Jalan dari kota Nganjuk hingga ke kawasan wisata ini, beraspal mulus. Hanya saja, karena lokasinya di gunung, jalan menuju air terjun Sedudo cenderung menanjak, naik-turun, dan berkelok-kelok. Kondisi jalan seperti ini tentu sulit untuk dilewati oleh kendaraan jenis bus. Karena itu, bila berniat ke air terjun Sedudo, sebaiknya gunakan kendaraan roda empat non bus.

Panorama cantik air terjun Sedudo tak semestinya Anda nikmati hanya dalam waktu sekejap. Jadi, jika Anda punya waktu, sempatkan untuk menginap. Jangan khawatir, tersedia hotel di sana. Hotel Wisata Karya, demikian nama yang dibangun oleh Pemkab Nganjuk ini. Hotel ini dibangun di atas bukit yang dikelilingi pohon pinus dan cengkeh. Dari hotel, mata Anda bisa leluasa menjelajahi keindahan panorama Gunung Wilis. Tarif kamarnya juga cukup terjangkau, yakni Rp 70 ribu - Rp 200 ribu per kamar. Ingin menikmati panorama alam sembari berolahraga? Mudah sekali Anda lakukan di sini. Sebab, hotel ini menyediakan lapangan tenis. Atau, Anda bisa joging di pagi hari di sekitar air terjun sembari menghirup hawa segar. Alangkah nikmatnya!

Bagaimana dengan urusan oleh-oleh? Tak perlu pusing. Karena berada di gunung, maka oleh-oleh yang bisa Anda pulang pun khas dari daerah dataran tinggi, yakni buah-buahan dan sayur-sayuran. Di Sawahan, sebuah tempat tak jauh dari Sedudo, Anda bisa dengan gampang membeli pisang, jeruk, durian, dan lain-lain. Di pinggir jalan antara Sawahan hingga Sedodo, banyak kios sederhana yang menjajakan buah-buahan ini. Selain berkualitas baik, harga buah-buahan itu juga tidak mahal karena dijual langsung oleh petani.

Air terjun Roro Kuning
Puas dengan air terjun Sedudo, lanjutkan petualangan indah ini ke air terjun Roro Kuning. Berada di Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, air terjun Roro Kuning berpotensi besar untuk menjadi kawasan wisata andalan. Menyadari hal itu, Pemkab Nganjuk terus mengembangkannya dengan membangun sejumlah sarana penunjang.Kawasan wisata ini terletak sekitar 30 km arah selatan Nganjuk. Jalan menuju ke sana juga sudah beraspal, dan bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat non bus. Namun, banyak pengunjung yang memilih menggunakan kendaraan roda dua.

Seperti halnya air terjun Sedudo, air terjun ini juga masih sangat alami. Tertarik oleh kealamian itu, banyak kelompok pecinta alam yang melakukan kegiatan di sini, semisal perkemahan atau pendakian. Pendakian biasanya dilakukan dari air terjun Roro Kuning menuju air terjun Pacoban Ngunut yang berjarak sekitar 4 km. Pramuka dari berbagai sekolah pun kerap menggelar perkemahan di tempat ini.

Selain keindahan alam, air terjun Roro Kuning juga memiliki nilai sejarah. Di sekitar lokasi ini terdapat monumen perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Monumen ini dibangun untuk mengenang perjuangan Jenderal Sudirman saat memimpin perang gerilya melawan Belanda pada tahun 1949. Selain menumen, di tempat ini juga terdapat sebuah rumah sangat sederhana yang pada masa perjuangan dahulu sempat ditempati Pak Dirman selama satu minggu. Karena itulah selain menikmati keindahan alam, pengunjung air terjun Roro Kuning juga bisa sekaligus mengenang perjuangan Panglima Besar Sudirman. (juw)